Breaking News

LURAH BERPRESTASI NASIONAL DI EMPAT LAWANG DIDUGA MELAKUKAN UPAYA INTIMIDASI DAN KRIMINALISASI KEPADA KORBAN KEKERASAN SEKSUAL SERTA MEDIA PERS

Majumapannews Kasus dugaan kekerasan seksual yang melibatkan seorang Aparatur Sipil Negara (ASN) berprestasi dari Kabupaten Empat Lawang, Sumatera Selatan, semakin memanas. AHP (29) oknum Lurah Berprestasi di Empat Lawang yang diduga melakukan tindak pidana kekerasan seksual, melaporkan dua orang atas dugaan pencemaran nama baik dan pelanggaran Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) ke Polres Empat Lawang dengan nomor pengaduan LI/R-132/XII/2024/RESKRIM/POLRESEMPATLAWANG dan LI/R 133/XII/2024/ RESKRIM/POLRESEMPATLAWANG. Disampaikan dalam laporan tersebut bahwa salah satunya yang dilaporkan merupakan wartawan/media pers.

Salah satu Media Pers menyampaikan dalam pesannya, AHP menyampaikan informasi kepada Media tersebut bahwa wartawan dan media yang menyampaikan berita terkait dugaan tindak pidana kekerasan seksual yang dilakukan oleh AHP telah dilaporkan oleh AHP ke Polres Empat Lawang, termasuk seseorang yang menjadi korban dugaan kekerasan seksual yang dilakukan oleh AHP.

Kasus ini menjadi kontroversial karena AHP yang diduga sebagai pelaku kekerasan seksual, sebelumnya telah dilaporkan oleh terduga korban melalui laporannya ke Bareskrim Mabes Polri pada Selasa 17 Desember 2024 dengan laporan polisi Nomor STTL/457/XII/Bareskrim. AHP diduga melakukan upaya kriminalisasi dan ancaman terhadap Korban dan Media Pers. Dalam sebuah percakapan AHP kepada salah satu media, AHP diduga memfitnah korban dan mengancam pihak media dan pihak lain yang terlibat dalam pemberitaan dugaan kasus kekerasan seksual yang dilakukan olehnya. “Saya tahu Anda dibayar oleh seseorang berinisial K terkait berita ini. Jika tidak segera di-takedown, saya akan turut melaporkan Anda seperti dua orang yang sudah saya laporkan sebelumnya,” ujar AHP dalam chat WhatsApp.

“Daripado gara-gara duet dak seberapo palak peneng jadi saksi atau turut terlibat, lemak la di-takedown bae bro. Ditunggu segera yth." tambah AHP kepada media. AHP juga diduga kerap melakukan intervensi terhadap media lokal agar menghentikan pemberitaan terkait kasusnya.

Atas dasar intervensi tersebut, Media yang dihubungi oleh AHP merasa tidak nyaman akibat perbuatannya. Selain itu, Media tersebut pun menyampaikan bahwa tidak pernah meminta dan menerima uang dari siapapun, termasuk tidak menerima uang dari inisial K, seperti yang dituduhkan oleh AHP kepada Media.“Aku dak minta dan dak nerimo duet dari siapapun.” tegas Media tersebut.

Sejalan dengan yang disampaikan oleh media, korban pun membantah tudingan AHP bahwa korban membayar media untuk menyudutkan terlapor. “Saya tidak pernah membayar serupiah pun kepada media tersebut,” tegas KS.

Diminta tanggapannya terkait bantahan AHP atas dugaan kekerasan seksual yang dilakukan oleh AHP dan upaya kriminalisasi terhadap korban dan media pers, korban menyatakan itu adalah hak AHP. Tapi korban mengaku memiliki banyak bukti yang tidak terbantahkan atas dugaan tindak pidana kekerasan seksual yang dilakukan oleh AHP. "Itu hak beliau, kita serahkan saja prosesnya pada kepolisian ya, semua bukti-bukti dan petunjuk terkait kasus ini sudah memenuhi unsur pidana yg dimaksud, sehingga sudah diproses oleh Bareskrim Mabes Polri. Mohon doanya saja agar proses berjalan lancar tanpa ada intervensi dari pihak manapun.” Tegas Korban

Sikap Tegas Media jejak kasus di tengah tekanan yang diduga dilakukan oleh AHP, menyatakan komitmen untuk terus mengawal kasus ini. Media kami akan tetap mengawal kasus ini dan tidak akan gentar sedikitpun meskipun dipaksa dan diintimidasi untuk takedown dengan segala bentuk ancaman, karena Media kami dilindungi oleh Dewan Pers sehingga kami berkomitmen untuk menyampaikan fakta tanpa intervensi dari pihak manapun.

Desakan Publik untuk Transparansi Kasus ini tentunya sangat menarik perhatian publik, terutama karena melibatkan seorang ASN yang sebelumnya dikenal berprestasi dan menjabat berbagai jabatan di Pemerintah Kabupaten Empat Lawang. Namun, dugaan kriminalisasi, intimidasi dan intervensi terhadap korban maupun media pers menimbulkan pertanyaan besar terkait transparansi dan keadilan dalam penanganan kasus ini.

Hal ini tidak bisa didiamkan begitu saja oleh pihak yang berwenang, sehingga desakan publik agar segera dilakukan pemeriksaan secara transparan dan adil terhadap perbuatan oknum lurah tersebut sangat krusial, baik pemeriksaan terkait dugaan tindak pidananya yang menjadi ranah hukum kepolisian maupun pemeriksaan dan pembinaan secara kode etik kedisiplinan yang menjadi ranah Inspektorat Kabupaten Empat Lawang, PJ Bupati selaku Pejabat Pembina Kepegawaian Kabupaten Empat Lawang maupun Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu, mengingat oknum lurah tersebut merupakan ASN di lingkungan Pemerintah Kabupaten Empat Lawang dan juga Sekretaris Bawaslu setempat yang terikat pada kode etik. Jangan sampai kasus ini tidak diperhatikan dan ditangani dengan baik secara transparan dan adil, sehingga muncul stigma di masyarakat bahwa tindak pidana kekerasan seksual yang dilakukan oleh oknum pejabat cenderung ditenggelamkan dan dapat dikriminalisasi balik oleh pelaku. Apabila stigma ini hadir, maka tren korban-korban kekerasan seksual senantiasa bertambah karena korban-korban tindak pidana kekerasan seksual lainnya akan takut untuk melaporkan dan justru menjadikan korban merasa tidak akan mendapat keadilan. Hal ini sangat berbahaya bagi kelangsungan hukum di negara kita mengingat kasus kekerasan seksual senantiasa bertambah setiap tahunnya.

Sumber Syafri 
© Copyright 2022 - JATENG ONENEWS